Setiap agama memiliki hari besar yang diperingati oleh pemeluknya berdasarkan sejarah yang tercipta.
Tidak hanya pengingatan hari raya saja, tetapi ada momen momen lain yang menjadi pengaruh terhadap perjalanan sebuah agama tertentu,
Biasanya dalam memperingatinya dilakukan secara meriah dan bersama sama dengan yang lainnya.
Di bali memiliki beberapa hari besar yang diperingati oleh masyarakat pemeluk agama Hindu.
Hari raya Galungan diperingati umat Hindu untuk menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang tenang.
Kemudian hari raya Kuningan adalah untuk memohon keselamatan, perlindungan, dan tuntunan lahir batin kepada Dewa, Bhatara, dan para Pitara.
Arti Kata Galungan dan Kuningan yaitu Galungan diambil dari bahasa Jawa Kuno yang artinya bertarung, disebut juga ‘dungulan’ yang artinya menang.
Perbedaannya penyebutan yakni Wuku Galungan (di Jawa) dan Wuku Dungulan (di Bali), namun artinya sama yaitu wuku yang kesebelas.
Hari raya Kuningan sering disebut Tumpek Kuningan. Kuning dalam kata Kuningan memiliki arti berwarna kuning dan wuku yang ke 12.
Wuku adalah kalender Bali yang mana perhitungannya 1 wuku sama dengan 7 hari dan 1 tahun kalender wuku terdapat 420 hari.
Menurut lontar Purana Bali Swipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804.
Galungan dan Kuningan dirayakan sebanyak dua kali dalam setahun kalender Masehi (kalender yang kita pakai).
Jarak antara Galungan dan Kuningan ialah 10 hari yang diperhitungkan berdasarkan kalender Bali.
Galungan setiap hari Rabu pada wuku Dungulan.Kuningan setiap hari Sabtu pada wuku Kuningan.
Makna Hari Raya Galungan
Hari Raya Galungan dimaknai kemenangan Dharma (Kebaikan) melawan aDharma (Keburukan), dimana pas Budha Kliwon wuku Dunggulan kita merayakan dan menghaturkan puja dan puji syukur kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa (Tuhan YME).
Mengenai makna Galungan dalam lontar Sunarigama dijelaskan sebagai berikut:
Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep.
Artinya:
Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran.
Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri.
Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byaparaning idep) adalah wujud adharma.
Dari konsepsi lontar Sunarigama inilah didapatkan kesimpulan bahwa hakikat Galungan adalah merayakan menangnya dharma melawan adharma.
Parisadha Hindu Dharma menyimpulkan, bahwa upacara Galungan mempunyai arti Pawedalan Jagat atau Oton Gumi. Tidak berarti bahwa Gumi/ Jagad ini lahir pada hari Budha Keliwon Dungulan.
Melainkan hari itulah yang ditetapkan agar umat Hindu di Bali menghaturkan maha suksemaning idepnya ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi atas terciptanya dunia serta segala isinya.
Pada hari itulah umat bersyukur atas karunia Ida Sanghyang Widhi Wasa yang telah berkenan menciptakan segala-galanya di dunia ini.
Penting bagi generasi bangsa untuk saling menghormati dan menghargai pemeluk agama lain agar tercipta harmoni di Indonesia.
Semoga semua manusia bahagia dansaling membantu agar perdamaian tercipta atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.