Di tengah derasnya arus informasi dan hiburan digital, masyarakat Indonesia dihadapkan pada fenomena tontonan yang tidak mendidik. Konten-konten yang minim nilai edukasi, sarat kekerasan, pornografi, hoaks, ujaran kebencian, atau sekadar sensasi tanpa makna, kini menjadi ancaman nyata yang menggerogoti perilaku individu, merusak tatanan sosial, dan bahkan mengikis pondasi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dampak pada Perilaku Individu : Erosi Moral dan Nalar Kritis
Secara individual, paparan tontonan tidak mendidik secara terus-menerus dapat memicu berbagai perubahan perilaku negatif. Anak-anak dan remaja, yang masih dalam tahap pembentukan karakter, rentan meniru adegan kekerasan, perilaku agresif, atau gaya hidup hedonis yang ditampilkan di layar. Akibatnya, empati berkurang, toleransi menipis, dan kecenderungan untuk memecahkan masalah dengan cara reaktif semakin tinggi.
Konten tidak mendidik menciptakan disorientasi nilai pada individu, terutama generasi muda. Mereka kesulitan membedakan mana yang benar dan salah, mana yang pantas dan tidak. Daya kritis mereka tumpul, sehingga mudah termakan hoaks dan narasi provokatif yang beredar di media sosial.
Selain itu, tontonan yang hanya mengutamakan hiburan tanpa nilai edukasi dapat menurunkan minat belajar, kreativitas, dan produktivitas. Individu menjadi lebih pasif, konsumtif, dan cenderung mencari kesenangan instan tanpa ambisi untuk berkembang.
Dampak pada Perilaku Sosial: Polarisasi, Konflik, dan Kegamangan Identitas
Ekstensi dari dampak individu adalah kerusakan tatanan sosial. Konten yang memecah belah, menyebar kebencian antar kelompok, atau merayakan perbedaan dengan cara yang merendahkan, dapat memperdalam polarisasi di masyarakat. Semangat gotong royong dan kebersamaan perlahan terkikis, digantikan oleh kecurigaan dan permusuhan.
Masyarakat menjadi lebih mudah diadu domba. Gesekan sosial yang tadinya hanya kecil bisa membesar karena dipicu oleh narasi yang disebarkan melalui tontonan atau media digital yang tidak bertanggung jawab.
Pudarnya nilai-nilai luhur budaya bangsa juga menjadi kekhawatiran. Generasi muda yang lebih akrab dengan tontonan asing tanpa filter akan mengalami krisis identitas, merasa asing dengan budayanya sendiri, dan kehilangan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Kriminalitas yang terinspirasi dari adegan-adegan negatif di layar juga berpotensi meningkat.
Dampak pada Kehidupan Berbangsa dan Bernegara: Ancaman Disintegrasi dan Kemunduran SDM
Pada skala yang lebih luas, tontonan tidak mendidik menjadi racun senyap yang mengancam fondasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Lunturnya nasionalisme, menguatnya paham radikalisme (baik agama maupun ideologi lain) yang disebarkan melalui konten-konten provokatif, serta potensi disintegrasi bangsa akibat hoaks yang masif, adalah ancaman nyata.
Kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia di masa depan juga terancam. Jika generasi penerus lebih banyak mengonsumsi konten tidak mendidik daripada konten yang memperkaya wawasan dan keterampilan, daya saing bangsa akan menurun. Ini akan menghambat tercapainya visi Indonesia Emas 2045 dan kemajuan di kancah global.
Solusi Pencegahan Demi Kemajuan Indonesia: Sinergi Multi-Pihak
Untuk membendung arus negatif ini diperlukan sinergi dan komitmen dari seluruh elemen bangsa, antara lain :
Peran Keluarga sebagai Benteng Utama:
Orang tua harus menjadi garda terdepan dalam mendampingi dan mengawasi tontonan anak. Komunikasi terbuka, penanaman nilai-nilai moral, dan pembiasaan memilih konten positif sejak dini sangat krusial.
Pendidikan Berbasis Karakter dan Literasi Digital:
Kurikulum pendidikan harus mengintegrasikan secara masif pendidikan karakter, etika berinternet, dan literasi digital dari jenjang paling dasar hingga perguruan tinggi. Peserta didik perlu dibekali kemampuan memilah informasi, berpikir kritis, dan bertanggung jawab dalam bermedia digital.
Peran Pemerintah dalam Regulasi dan Edukasi:
Pemerintah melalui lembaga terkait (Kominfo, KPI, dll.) harus lebih tegas dalam membuat regulasi, menindak penyebar konten ilegal dan berbahaya, serta memperkuat sistem pengawasan. Selain itu, kampanye literasi digital berskala nasional harus terus digalakkan.
Masyarakat dan Komunitas Adaptif:
Komunitas masyarakat sipil, pegiat literasi, dan tokoh masyarakat perlu aktif dalam mengedukasi, memproduksi konten positif, dan menciptakan ruang-ruang diskusi yang konstruktif untuk melawan narasi negatif.
Tanggung Jawab Individu: Setiap individu harus berbekal kesadaran dan sikap kritis. Memilih tontonan yang bermanfaat, tidak mudah percaya hoaks, dan tidak menyebarkan konten negatif adalah bentuk tanggung jawab moral yang vital.
Melindungi generasi penerus dari dampak buruk tontonan tidak mendidik bukan hanya tugas pemerintah atau sekolah, melainkan tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa. Dengan fondasi moral dan intelektual yang kuat, Indonesia akan mampu menghadapi tantangan global dan mencapai kemajuan yang berkelanjutan, menciptakan masyarakat yang beradab, cerdas, dan berintegritas.
Tidak ada komentar