Kebudayaan dan tradisi pada zaman dahulu memiliki filosofi yang sangat dalam dengan banyak makna.
Artinya setiap hal yang dilakukan selalu berdasarkan pemikiran dan perenungan didalamnya.
Begitu juga dengan seni Ojhung yang dilakukan oleh masyarakat kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur.
Para pemain Ojhung bukan lelaki sembarangan. Mereka telah “diisi” secara ritual sehingga memiliki kekuatan tahan sakit akibat pukulan.
Meskipun terlihat goresan-goresan akibat pukulan di punggung, bahkan sampai keluar darahnya.
Para lelaki tersebut tetap tersenyum, sama sekali tidak terucap kata mengaduh ketika dalam pertarungan.
Justru penonton yang terdengar jeritan kesakitan yang membayangkan seolah-olah dirinya yang kena sabetan.
Jika hal itu terjadi maka peran “dukun” atau seseorang yang diyakini memiliki kekuatan tertentu dibutuhkan.
Terutama yang sanggup menyembuhkan luka hanya dengan cara mengolesnya dengan taburan beras kuning dan kulit pisang.
Dalam kejadian yang parah justru ada yang hanya cukup dengan usapan telapak tangan saja.
Semua laki laki ini sejak semula sudah berada di atas panggung jauh sebelum acara dimulai.
Mereka menabur-naburkan beras kuning dari wadah berupa bokor tujuannya untuk menolak bala.
Sedangkan yang terjadi desa Tarik, Sidoarjo, kesenian Ojhung (yang disebut Ujung) tidak ada hubungannya dengan ritual permintaan hujan.
Ujung dimainkan saat Bersih Desa, dengan mempertandingkan warga kidul kali melawan kulon kali.
Di desa Bugeman Situbondo, tradisi ini masih dilestarikan oleh warga sebagai sebuah ritual tahunan yang wajib dilaksanakan.
Dalam ritual tersebut warga desa berkumpul dan membawa aneka makanan dan sesaji hasil pertanian.
Serta arak – arakan yang kemudian berakhir di tempat yang diyakini warga sebagai tempat yang sakral.
Sesajian kemudian diletakkan ke dalam sebuah kurungan (legin) sebagai simbol rasa syukur atas tercapainya tujuan masyarakat Desa Bugeman itu sendiri.
Selain itu Ojhung juga digunakan oleh masyarakat Desa Bugeman sebagai pertandingan atau hiburan desa setempat yang diikuti oleh masyarakat Desa Bugeman.
Tradisi ini merupakan suatu keharusan yang harus dilaksanakan oleh kepala desa yang memiliki tujuan.
Diantaranya untuk menghindari bencana alam, terhindar dari carok, mengalami berbagai macam penyakit, hewan ternak mengalami kematian serta hasil pertanian, atau perkebunan mengalami gagal panen.
Faktor itulah yang membuat masyarakat Desa Bugeman tidak berani meninggalkan tradisi Ojhung.
(catatan: Ojhung adalah penulisan dari lafal dalam bahasa Madura sebagaimana berlaku di Situbondo, jika di-Indonesiakan menjadi Ojung atau Ujung)